Senin, 01 Desember 2008

Penataan Kota Malang

Kota Malang dibangun tidak dengan serta merta, melainkan melalui tahap-tahap yang berkelanjutan. Sebelum ditata secara bertahap, kota Malang cenderung memiliki pola perkembangan yang linier, bagai pita yang membujur utara-selatan sepanjang jalan poros Malang-Surabaya.

Pola yang demikian kurang baik untuk perkembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, Kota Malang perlu diperluas ke arah timur dan barat. Namun, perluasan ke arah barat dan timur itu terhalang oleh aliran Sungai Brantas dan Bango di sisi timur serta aliran Kali Metro di barat, yang prakstis menjadi batas terluar perkembangan Kota Malang ketika itu.

Posisi Alon-alon yang fital bagi masyarakat Jawa menjadikan penataan kota mengambil Alon-alon sebagai titik sentrum. Kawasan terbangun ditata dengan pola jejala, dengan Alon alon sebagai semacam titik tengah pertemuan dari jalan-jalan kota.

Untuk mengendalikan perubahan bentuk kota yang cenderung mengarah utara-selatan, Kotapraja Malang dari tahun 1917-1929 mengeluarkan 8 buah rencana perluasan kota (bouwplan). Pada tahun sebelumnya (1914-1916), perhatian pemerintah lebih banyak diarahkan kepada peningkatan sarana dan prasarana kota, seperti penyediaan air bersih, jaringan listrik, perbangkan dengan mendirikan “Javasche Bank (kini Bank Indonesia)”, per-hotelan dengan membuka “Palace Hotel (kini Hotel Pelangi)”, serta mendirikan perusahaan tanah guna meminimalkan ulah para spekulan tanah.

Bouwplan I: Keputusan rapat Dewan Kota (Gemeenteraat) tanggal 13 April 1916, namun baru dilaksanakan 18 Mei 1917. Tujuannya membangun daerah perumahan baru untuk golongan orang Eropa di antara Celaket - Rampal. Naman jalan menggunakan nama anggota keluarga kerajaan Belanda, sehingga dinamai “Oranyebuurt”.

Lokasi ini terbilang strategis, sebab dekat dengan jalan darat utama Malang–Surabaya dan stasiun kereta api Kota Baru. Sungai Brantas yang mengalir utara-selatan membelah kota dijadikan bagian dari landscaping kota. Luas bouwplan I: 12.929 m².

Buumplan II: Keputusan rapat Gemeenteraat 26 April 1920, namun baru dilaksanakan tahun 1922 dengan tujuan membentuk daerah pusat pemerintahan yang baru, yakni Kotapraja (Gemeente) Malang, yang dibentuk 1 April 1914. Berintikan lapangan terbuka berbentuk bundar dengan bagian di tengah berupa kolam air mancur, yang kemudian populer dengan sebutan “Alon-alon Bunder”. Di sekitanya didirikan bangunan resmi dan monumental seperti Balai Kota, hotel Splendid, sekolah HBS/AMS, stasiun kereta api, rumah tinggal panglima militer dsb. Jalan-jalan diberi nama dengan nama para gubernur jendral terkenal masa Hindia-Belanda sehingga dinamai “Gouverneur-Generaalbuurt”.

Lapangan bundar itu dinamai J.P. Coen Plein. Dibangun jalan bersumbu timur-barat dari Stasiun KA melintasi Alon-alon Buder dan Kali Brantas, memotong jalan poros Kayutangan hingga terbentuk perempatan jalan utama, dan seterusnya kearah barat hingga nantinya mencapai Jl. Besar Ijen. Luas bouwplan II: 15.574 m².

Bouwplan III: Keputusan rapat Gemeenteraat 26 Agustus 1919 dan 26 April 1920, dengan maksud untuk membangun areal pemakamkam yang cukup luas guna menampung kebutuhan akan makam bagi orang Eropa yang tinggal di Malang.

Lokasi terpilih adalah daerah Soekoen yang berada di tenggara kota, yang kala itu belum padat penduduk. Kompleks makam ini sekaligus digunakan untuk penampung pindahan makam orang-orang Eropa tertua di Klojen Lor. Luas bouwplan III : 3.700 m².

Bouwplan IV: Diperuntuk bagi perumahan kelas menengah ke bawah diantara Celaket-Lowokwaru, yang didalamnya terdapat komleks kuburan Samaan (6.2045 Ha), sekolah dan lapangan olah raga tersendiri. Nama jalan menggunakan nama sungai. Luas bouwplan IV: 41.401 m².

Bouwplan V: Rencana pembangunan dimulai tahun 1924/1925. Diperuntukan bagi perumahan golongan Eropa dengan rumah tipe vila. Lokasi di bagian barat kota dari arah Kayutangan, yang berpermukaan tanah relatif tinggi. Dibangun jalan poros timur-barat untuk menyambung jalan poros dari bouwplan II serta jaringan jalan dari Alon-alon ke arah Taloon. Jalan utama dalam bouwplan V adalah Jl. Besar Ijen yang membujur utara-selatan dan dilengkapi dengan jajaran pohon palem, serta taman-taman kota di setiap perpotongan jalan.

Selain itu dilengkapi dengan stadion di sekitar Jl. Semoeroe. Nama jalan diambil dari nama gunung (bergenbuurt). Luas bouwplan V: 16.768 m².

Bouwplan VI: Areal terbangun berada di sebelah selatan Alon-alon dan dari Sawahan ke arah timur serta barat. Nama jalan di ambil dari nama pulau-pulau, sehingga lazim dinamai dengan “Eilandenbuurt”. Terkait dengan perluasan kota pada bouwplan VI ini, pihak Gemeente Malang menaruh perhatian guna memperluas Pasar Pecinan, dengan membangun pasar sore dan pasar malam di Pasar Pecinan (1932) serta pembangunan termina bus di belakang Pasar Pecinan (1937). Luas bouwplan VI : 220.901 m².

Bouwplan VII : Dimaksudkan untuk melanjutkan pembangunan bagian barat kota pada bouwplan V, yaitu perumahan elit tipe vila berukuran besar serta arena pacuan kuda. Sebagaimana nama jalan di sekitarnya yang dibangun pada masa sebelumnya, jalan-jalan yang dibangun dalam bouwplan VII juga mengambil nama gunung. Luas bouwplan VII : 252.948 m².

Bouwplan VIII: Dimaksudkan untuk membangun zona industri bagi perusahan-perusahaan Besar. Zona industri ini dlengkapi dengan jalan kereta api . Oleh karenanya, lokasi yang dipilih berdekatan dengan emplasemen kereta api dan trem uap di selatan kota. Luas bouwplan VIII : 179.820 m².

Dengan adannya perluasan kota tahap I-VIII diatas, Kota Malang bertambah lu-as 744.064 m² dari luas semula. Selanjutnya, pembangunan diarahkan pada terbentuknya sebuah kota sebagai suatu kesatuan organis. Tidak cukup hanya dengan pekerjaan teknis, namun perlu pula dilakukan tindakan-tindakan organisasi dan perencanaan yang baru.

Untuk kepentingan itu, pihak Gemeente Malang menunjuk Thomas Karsten sebagai penasihat (adviseur) resmi Kota Malang dari tahun 1929 hingga 1935. Terhitung dari tahun 1935 s.d. 1940 pihak Gemeente Malang melakukan perluasan tambahan bagi kota Malang, yang di-beri sebutan “Rencana Tambahan Global”, meliputi: rencana jaringan jalan utama, rencana tanam dan ruang luar, serta rencana jaringan kereta api dan tram. Dengan adana jaringan transportasi itu, ke arah utara wilayah kota Malang meluas hingga mencapai Blimbing dan ke barat hingga mencapai daerah yang diberi nama dengan nama kota-kota.

Mengutip dari:

Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum
(Universitas Negeri Malang)

Tidak ada komentar: